Ibu Kostku yang Cantik



Salah satu narasumber bernama Bobi, dia adalah seorang laki laki masih bujangan berumur 28 tahun yang saat ini sedang kebingungan.

Pasalnya, panggilan pekerjaan dari sebuah perusahaan dimana dia melamar begitu mendadak. Dia bingung bagaimana harus mencari tempat tinggal secepat ini. Perusahaan dimana dia melamar terletak di luar kota, jangka waktu panggilan itu selama empat hari, dimana dia harus melakukan tes wawancara. Akhirnya dia memaksa berangkat besoknya, dengan tujuan penginapanlah dimana dia harus tinggal. Dengan bekal yang cukup malah berlebih mungkin, sampailah dia di penginapan dimana perusahaan yang dia lamar terletak di kota itu juga.


Sudah 2 hari ini dia tinggal di penginapan itu, selama ini dia sudah mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan guna kelancaran dalam tes wawancara nanti. Sampai pada akhirnya, dia membaca di surat kabar, bahwa disitu tertulis menerima kos-kosan atau tempat tinggal yang permanen. Kemudian dengan bergegas dia mendatangi alamat tersebut. Sampai pada akhirnya, sampailah dia di depan pintu rumah yang dimaksud itu.

Perlahan Bobi mengetuk pintu, tidak lama kemudian terdengar suara kunci terbuka diikuti dengan seorang wanita tua yang muncul.

“Iya, ada perlu apa, Pak..?”

“Oh, begini.., tadi saya membaca surat kabar, disitu tertulis bahwa di rumah ini menyediakan kamar untuk tempat tinggal.” sahut Bobi seketika.

“Oh, ya, memang benar, silakan masuk Pak, biar saya memanggil nyonya dulu,” wanita tua itu mempersilakan Bobi masuk.

“Hm.., baik, terima kasih.”

Sejenak kemudian Bobi sudah duduk di kursi ruang tamu.


Terlihat sekali keadaan ruang tamu yang sejuk dan asri. Bobi memperhatikan sambil melamun. Tiba-tiba Bobi dikejutkan oleh suara wanita yang masuk ke ruang tamu.

“Selamat siang, ada yang perlu saya bantu..?”

Terhenyak Bobi dibuatnya, di depan dia sekarang berdiri seorang wanita yang boleh dikatakan belum terlalu tua, umurnya sekitar 40 tahunan, cantik, anggun dan berwibawa.


“Oh.., eh.. selamat siang,” Bobi tergagap kemudian dia melanjutkan, “Begini Bu…”

“Panggil saya Bu Ica..,” tukas wanita itu menyahut.

“Hm.., o ya, Bu Ica, tadi saya membaca surat kabar yang tertulis bahwa disini ada kamar untuk disewakan.”

“Oh, ya. Hm.., siapa nama anda..?”

“Bobi Bu,” sahut Bobi seketika.

“Memang benar disini ada kamar disewakan, perlu diketahui oleh Nak Bobi bahwa di rumah ini hanya ada tiga orang, yaitu, saya, anak saya yang masih SMA dan pembantu wanita yang tadi bicara sama Nak Bobi, kami memang menyediakan satu kamar kosong untuk disewakan, selain agar kamar itu tidak kotor juga rumah ini biar tambah ramai penghuninya.” dengan singkat Bu Ica menjelaskan semuanya.

“Hm, suami Ibu..?” tanya Bobi singkat.

“Oh ya, saya dan suami saya sudah bercerai satu tahun yang lalu,” jawab Bu Ica singkat.

“Ooo, begitu ya, untuk masalah biayanya, berapa sewanya..?” tanya Bobi kemudian.

“Hm, begini, Nak Bobi mau mengambil berapa bulan, biaya sewa sebulannya tujuh puluh ribu rupiah,” jawab Bu Ica menerangkan.

“Baiklah Bu Ica, saya akan mengambil sewa untuk enam bulan,” kata Bobi.

“Oke, tunggu sebentar, Ibu akan mengambil kuitansinya.”

Akhirnya setelah mengemasi barang-barang di penginapan, tinggallah Bobi disitu dengan Bu Ica, Ida anak Bu Ica dan Bik Sumi pembantu Bu Ica.


Sudah satu bulan ini Bobi tinggal sambil menunggu panggilan selanjutnya. Dan sudah satu bulan ini pula Bobi punya keinginan yang aneh terhadap Bu Ica. Wanita yang anggun, cantik dan berwibawa yang cukup lama hidup sendirian. Bobi tidak dapat membayangkan bagaimana mungkin wanita yang masih kelihatan muda dari segi fisiknya itu dapat betah hidup sendirian. Bagaimana Bu Ica menyalurkan hasrat seksualnya. Ingin sekali Bobi bercinta dengan Bu Ica. Apalagi sering Bobi melihat Bu Ica memakai daster tipis yang menampilkan lekuk-lekuk tubuh Bu Ica yang masih kelihatan kencang dan indah. Ingin sekali Bobi menyentuhnya.


“Aku harus bisa mendapatkannya..!” gumam Bobi suatu saat.

“Saya harus mencari cara,” gumamnya lagi.

Sampai pada suatu saat kemudian, yaitu pada saat malam Minggu, rumah kelihatan sepi, maklum saja, Ida anak Bu Ica tidur di tempat neneknya, Bik Sumi balik ke kampung selama dua hari, katanya ada anaknya yang sakit. Tinggallah Bobi dan Bu Ica sendirian di rumah. Tapi Bobi sudah mempersiapkan cara bagaimana melampiaskan hasratnya terhadap Bu Ica. Lama Bobi di kamar, jam menunjukkan pukul delapan malam, dia melihat Bu Ica menonton TV di ruang tengah sendirian. Akhirnya setelah mantap, Bobi pun keluar dari kamarnya menuju ke ruang tengah.

“Selamat malam, Bu, boleh saya temani..?” sejenak Bobi berbasa-basi.

“Oh, silakan Nak Bobi..,” mempersilakan Bu Ica kepada Bobi.

“Ngomong-ngomong, tidak keluar nih Nak Bobi, malam Minggu loh, masa di rumah terus, apa tidak bosan..?” tanya Bu Ica kemudian.

“Ah, nggak Bu, lagian keluar kemana, biasanya juga malam Minggu di rumah saja,” jawab Bobi sekenanya.

Lama mereka berdua terdiam sambil menikmati acara TV.

Tidak lama kemudian Bobi sudah kembali sambil membawa nampan berisi dua teh dan sedikit makanan kecil di piring.

“Silakan Bu, diminum, mumpung masih hangat..!”

“Terima kasih, Nak Bobi.”

Akhirnya setelah sekian lama terdiam lagi, terlihat Bu Ica sudah mulai mengantuk, tidak lama kemudian Bu Ica sudah tertidur di kursi dengan keadaan memakai daster tipis yang menampilkan lekuk-lekuk tubuh dan payudaranya yang indah. Tersenyum Bobi melihatnya.

“Akhirnya aku berhasil, ternyata obat tidur yang kubeli di apotik siang tadi benar-benar manjur, obat ini akan bekerja untuk beberapa saat kemudian,” gumam Bobi penuh kemenangan.

“Beruntung sekali tadi Bu Ica mau kubuatkan teh, sehingga obat tidur itu dapat kucampur dengan teh yang diminum Bu Ica,” gumamnya sekali lagi.

Sejenak Bobi memperhatikan Bu Ica, tubuh yang pasrah yang siap dipermainkan oleh lelaki manapun. Timbul gejolak kelelakian Bobi yang normal tatkala melihat tubuh indah yang tergolek lemah itu. Diremas-remasnya dengan lembut payudara yang montok itu bergantian kanan kiri sambil tangan yang satunya bergerilnya menyentuh paha sampai ke ujung paha. Terdengar desahan perlahan dari mulut Bu Ica, spontan Bobi menarik kedua tangannya.

“Mengapa harus gugup, Bu Ica sudah terpengaruh obat tidur itu sampai beberapa saat nanti,” gumam Bobi dalam hati.

Akhirnya tanpa pikir panjang lagi, Bobi kemudian membopong tubuh Bu Ica memasuki kamar Bobi sendiri. Digeletakkan dengan perlahan tubuh yang indah di atas tempat tidur, sesaat kemudian Bobi sudah mengunci kamar, lalu mengeluarkan tali yang memang sengaja dia simpan siang tadi di laci mejanya.

Tidak lama kemudian Bobi sudah mengikat kedua tangan Bu Ica di atas tempat tidur. Melihat keadaan tubuh Bu Ica yang telentang itu, tidak sabar Bobi untuk melampiaskan hasratnya terhadap Bu Ica.

“Malam ini aku akan menikmati tubuhmu yang indah itu Bu Ica,” kata Bobi dalam hati.

Satu-persatu Bobi melepaskan apa saja yang dipakai oleh Bu Ica. Perlahan-lahan, mulai dari daster, BH, kemudian celana dalam, sampai akhirnya setelah semua terlepas, Bobi menyingkirkannya ke lantai. Terlihat sekali sekarang Bu Ica sudah dalam keadaan polos, telanjang bulat tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuhnya. Diamati oleh Bobi mulai dari wajah yang cantik, payudara yang montok menyembul indah, perut yang ramping, dan terakhir paha yang mulus dan putih dengan gundukan daging di pangkal paha yang tertutup oleh rimbunnya rambut.

Sesaat kemudian Bobi sudah menciumi tubuh Bu Ica mulai dari kaki, pelan-pelan naik ke paha, kemudian berlanjut ke perut dan terakhir ciuman Bobi mendarat di payudara Bu Ica. Sesekali terdengar desahan kecil dari mulut Bu Ica, tapi Bobi tidak memperdulikannya. Diciumi dan diremas-remas kedua payudara yang indah itu dengan mulut dan kedua tangan Bobi. Puting merah jambu yang menonjol indah itu juga tidak lepas dari serangan-serangan Bobi. Dikulum-kulum kedua puting itu dengan mulutnya dengan perasaan dan gairah birahi yang sudah memuncak. Setelah puas Bobi melakukan itu semua, perlahan-lahan dia bangkit dari tempat tidur.

Satu-persatu Bobi melepas pakaian yang melekat di badannya, akhirnya keadaan Bobi sudah tidak beda dengan keadaan Bu Ica, telanjang bulat, polos, tanpa ada sehelai benang pun yang menutupi tubuhnya. Terlihat kemaluan Bobi yang sudah mengencang hebat siap dihunjamkan ke dalam vagina Bu Ica. Tersenyum Bobi melihat rudalnya yang panjang dan besar, bangga sekali dia mempunyai rudal dengan bentuk begitu.

Perlahan-lahan Bobi kembali naik ke tempat tidur dengan posisi telungkup menindih tubuh Bu Ica yang telanjang itu, kemudian dia memegang rudalnya dan pelan-pelan memasukkannya ke dalam vagina Bu Ica. Bobi merasakan vagina yang masih rapat karena sudah setahun tidak pernah tersentuh oleh laki-laki. Akhirnya setelah sekian lama, rudal Bobi sudah masuk semuanya ke dalam vagina Bu Ica.

Ketika Bobi menghunjamkan rudalnya ke dalam vagina Bu Ica sampai masuk semua, terdengar rintihan kecil Bu Ica, “Ah.., ah.., ah..!”

Tapi Bobi tidak menghiraukannya, dia lalu menggerakkan kedua pantatnya maju munjur dengan teratur, pelan-pelan tapi pasti.

“Slep.., slep.., slep..,” terdengar setiap kali ketika Bobi melakukan aktivitasnya itu, diikuti dengan bunyi tempat tidur yang berderit-derit.

“Uh.., oh.., uh.., oh..,” sesekali Bobi mengeluh kecil, sambil tangannya terus meremas-remas kedua payudara Bu Ica yang montok itu.

Lama Bobi melakukan aktivitasnya itu, dirasakannya betapa masih kencangnya dan rapatnya vagina Bu Ica. Akhirnya Bobi merasakan tubuhnya mengejang hebat, merapatkan rudalnya semakin dalam ke vagina Bu Ica.

“Ser.., ser.., ser..,” Bobi merasakan cairan yang keluar dari ujung kemaluannya mengalir ke dalam vagina Bu Ica.

“Oh.. ah.. oh.. Bu Ica.., oh..!” terdengar keluhan panjang dari mulut Bobi.

Setelah itu Bobi merasakan tubuhnya yang lelah sekali, kemudian dia membaringkan tubuhnya di samping tubuh Bu Ica dengan posisi memeluk tubuh Bu Ica yang telah dinikmatinya itu.

Lama Bobi dalam posisi itu sampai pada akhirnya dia dikejutkan oleh gerakan tubuh Bu Ica yang sudah mulai siuman. Secara reflek, Bobi bangkit dari tempat tidurnya menuju ke arah saklar lampu dan mematikannya. Tertegun Bobi berdiri di samping tempat tidur dalam kamar yang sudah dalam keadaan gelap gulita itu. Sesaat kemudian terdengar suara Bu Ica.

“Oh, dimana aku, mengapa gelap sekali..?”

Sebentar kemudian suasana menjadi hening.

“Dan, mengapa tanganku diikat, dan, oh.., tubuhku juga telanjang, kemana pakaianku, apa yang terjadi..?” terdengar suara Bu Ica pelan dan serak.

Suasana hening agak lama. Bobi tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Dia diam saja.

Terdengar lagi suara Bu Ica mengeluh, “Oh.., tolonglah aku..! Apa yang terjadi padaku, mengapa aku bisa dalam keadaan begini, siapa yang melakukan ini terhadapku..?” keluh Bu Ica.

Akhirnya timbul kejantanan dalam diri Bobi, bagaimanapun setelah apa yang dia lakukan terhadap Bu Ica, Bobi harus berterus terang mengatakannya semuanya.

“Ini saya..,” gumam Bobi lirih.

“Siapa, kamukah Yodi..? Mengapa kamu kembali lagi padaku..?” sahut Bu Ica agak keras.

“Bukan, ini saya Bu.., Bobi..,” Bobi berterus terang.

“Bobi..!” kaget Bu Ica mendengarnya.

“Apa yang kamu lakukan pada Ibu, Bobi..? Bicaralah..! Mengapa Ibu kamu perlakukan seperti ini..?” tanya Bu Ica kemudian.

Kemudian Bobi bercerita mulai dari awal sampai akhir, bagaimana mula-mula dia tertarik pada Bu Ica, sampai pada keheranannya bagaimana juga Bu Ica dapat hidup sendiri selama setahun tanpa ada laki-laki yang dapat memuaskan hasrat birahi Bu Ica. Juga tidak lupa Bobi menceritakan semua yang dia lakukan terhadap Bu Ica selama Bu Ica tidak sadar karena pengaruh obat tidur. Tertegun Bu Ica mendengar semua perkataan Bobi. Lama mereka terdiam, tapi terdengar Bu Ica bicara lagi.

“Bobi.., Bobi.., Ibu memang menginginkan laki-laki yang bisa memuaskan hasrat birahi Ibu, tapi bukan begini caranya, mengapa kamu tidak berterus-terang pada Ibu sejak dulu, kalaupun kamu berterus terang meminta kepada Ibu, pasti Ibu akan memberikannya kepadamu, karena Ibu juga merasakan bagaimana tidak enaknya hidup sendiri tanpa laki-laki.”

“Terus terang saya malu Bu, saya malu kalau Ibu menolak saya.”

“Tapi setidaknya kan, berterus terang itu lebih sopan dan terhormat daripada harus memperlakukan Ibu seperti ini.”

“Saya tahu Bu, saya salah, saya siap menerima sanksi apapun, saya siap diusir dari rumah ini atau apa saja.”

“Oh, tidak Bobi, bagaimanapun kamu telah melakukannya semua terhadap Ibu. Sekarang Ibu tidak lagi terpengaruh oleh obat tidur itu lagi, Ibu ingin kamu melakukannya lagi terhadap Ibu apa yang kamu perbuat tadi, Ibu juga menginginkannya Bobi tidak hanya kamu saja.”

“Benar Bu..?” tanya Bobi kaget.

“Benar Bobi, sekarang nyalakanlah lampunya, biar Ibu bisa melihatmu seutuhnya,” pinta Bu Ica kemudian.

Tanpa pikir panjang lagi, Bobi segera menyalakan lampu yang sejak tadi padam. Sekarang terlihatlah kedua tubuh mereka yang sama-sama polos, dan telanjang bulat dengan posisi Bu Ica terikat tangannya.

“Oh Bobi, tubuhmu begitu atletis. Kemarilah, nikmatilah tubuh Ibu, Ibu menginginkannya Bobi..! Ibu ingin kamu memuaskan hasrat birahi Ibu yang selama ini Ibu pendam, Ibu ingin malam ini Ibu benar-benar terpuaskan.”

Perlahan Bobi mendekati Bu Ica, diperhatikan wajah yang tambah cantik itu karena memang kondisi Bu Ica yang sudah tersadar, beda dengan tadi ketika Bu Ica masih tidak sadarkan diri. Diusap-usapnya dengan lembut tubuh Bu Ica yang polos dan indah itu, mulai dari paha, perut, sampai payudara. Terdengar suara Bu Ica menggelinjang keenakan.

“Terus.., Bobi.., ah.. terus..!” terlihat tubuh Bu Ica bergerak-gerak dengan lembut mengikuti sentuhan tangan Bobi.

“Tapi, Bobi, Ibu tidak ingin dalam keadaan begini, Ibu ingin kamu melepas tali pengikat tangan Ibu, biar Ibu bisa menyentuh tubuhmu juga..!” pinta Ibu Ica memelas.

“Baiklah Bu.”

Sedetik kemudian Bobi sudah melepaskan ikatan tali di tangan Bu Ica. Setelah itu Bobi duduk di pinggir tempat tidur sambil kedua tangannya terus mengusap-usap dan meremas-remas perut dan payudara Bu Ica.

“Nah, begini kan enak..,” kata Bu Ica.

Sesaat kemudian ganti tangan Bu Ica yang meremas-remas dan menarik maju mundur kemaluan Bobi, tidak lama kemudian kemaluan Bobi yang diremas-remas oleh Bu Ica mulai mengencang dan mengeras. Benar-benar hebat si Bobi ini, dimana tadi kemaluannya sudah terpakai sekarang mengeras lagi. Benar-benar hyper dia.

“Oh.., Bobi, kemaluanmu begitu keras dan kencang, begitu panjang dan besar, ingin Ibu memasukkannya ke dalam vagina Ibu.” kata Bu Ica lirih sambil terus mempermainkan kemaluan Bobi yang sudah membesar itu.

Diperlakukan sedemikian rupa, Bobi hanya dapat mendesah-desah menahan keenakan.

“Bu Ica, oh Bu Ica, terus Bu Ica..!” pinta Bobi memelas.

Semakin hebat permainan seks yang mereka lakukan berdua, semakin hot, terdengar desahan-desahan dan rintihan-rintihan kecil yang keluar dari mulut mereka berdua.

“Oh Bobi, naiklah ke atas tempat tidur, naiklah ke atas tubuhku, luapkan hasratmu, puaskan diriku, berikanlah kenikmatanmu pada Ibu..! Ibu sudah tak tahan lagi, ibu sudah tak sabar lagi..” desis Bu Ica memelas dan memohon.

Sesaat kemudian Bobi sudah naik ke atas tempat tidur, langsung menindih tubuh Bu Ica yang telanjang itu, sambil terus menciumi dan meremas-remas payudara Bu Ica yang indah itu.

“Oh, ah, oh, ah.., Bobi oh..!” tidak ada kata yang lain yang dapat diucapkan Bu Ica yang selain merintih dan mendesah-desah, begitu juga dengan Bobi yang hanya dapat mendesis dan mendesah, sambil menggosok-gosokkan kemaluannya di atas permukaan vagina Bu Ica. Reflek Bu Ica memeluk erat-erat tubuh Bobi sambil sesekali mengusap-usap punggung Bobi.

Sampai suatu ketika, tangan Bu Ica memegang kemaluan Bobi dan memasukkannya ke dalam vaginanya. Pelan dan pasti Bobi mulai memasukkan kemaluannya ke dalam vagina Bu Ica, sambil kedua kakinya bergerak menggeser kedua kaki Bu Ica agar merenggang dan tidak merapat, lalu menjepit kedua kaki Bu Ica dengan kedua kakinya untuk terus telentang. Akhirnya setelah sekian lama berusaha, karena memang tadi Bobi sudah memasukkan kemaluannya ke dalam vagina Bu Ica, sekarang agak gampang Bobi menembusnya, Bobi sudah berhasil memasukkan seluruh batang kemaluannya ke dalam vagina Bu Ica.

Kemudian dengan reflek Bobi menggerakkan kedua pantatnya maju mundur teru-menerus sambil menghunjamkan kemaluannya ke dalam vagina Bu Ica.

“Slep.., slep.., slep..,” terdengar ketika Bobi melakukan aktivitasnya itu.

Terlihat tubuh Bu Ica bergerak menggelinjang keenakan sambil terus menggoyang-goyangkan pantatnya mengikuti irama gerakan pantat Bobi.

“Ah.., ah.., oh.. Bobi.., jangan lepaskan, teruskan, teruskan, jangan berhenti Bobi, oh.., oh..!” terdengar rintihan dan desahan nafas Bu Ica yang keenakan.

Lama Bobi melakukan aktivitasnya itu, menarik dan memasukkan kemaluannya terus-menerus ke dalam vagina Bu Ica. Sambil mulutnya terus menciumi dan mengulum kedua puting payudara Bu Ica.

“Oh.., ah.. Bu Ica, oh.., kamu memang cantik Bu Ica, akan kulakukan apa saja untuk bisa memuaskan hasrat birahimu, ih.., oh..!” desis Bobi keenakan.

“Oh.., Bobi.., bahagiakanlah Ibu malam ini dan seterusnya, oh Bobi.., Ibu sudah tak tahan lagi, oh.., ah..!”

Semakin cepat gerakan Bobi menarik dan memasukkan kemaluannya ke dalam vagina Bu Ica, semakin hebat pula goyangan pantat Bu Ica mengikuti irama permainan Bobi, sambil tubuhnya terus menggelinjang bergerak-gerak tidak beraturan.

Semakin panas permainan seks mereka berdua, sampai akhirnya Bu Ica merintih, “Oh.., ah.., Bobi.., Ibu sudah tak tahan lagi, Ibu sudah tak kuat lagi, Ibu mau keluar, oh Bobi.., kamu memang perkasa..!”

“Keluarkan Bu..! Keluarkanlah..! Puaskan diri Ibu..! Puaskan hasrat Ibu sampai ke puncaknya..!” desis Bobi menimpali.

“Mari kita keluarkan bersama-sama Bu Ica..! Oh, aku juga sudah tak tahan lagi,” desis Bobi kemudian.

Setelah berkata begitu, Bobi menambah genjotannya terhadap Bu Ica, terus-menerus tanpa henti, semakin cepat, semakin panas, terlihat sekali kedua tubuh yang basah oleh keringat dan telanjang itu menyatu begitu serasi dengan posisi tubuh Bobi menindih tubuh Bu Ica.

Sampai akhirnya Bobi merasakan tubuhnya mengejang hebat, begitu pula dengan tubuh Bu Ica. Keduanya saling merapatkan tubuhnya masing-masing lebih dalam, seakan-akan tidak ada yang memisahkannya.

“Ser.., ser.., ser..!” terasa keluar cairan kenikmatan keluar dari ujung kemaluan Bobi mengalir ke dalam vagina Bu Ica, begitu nikmat seakan-akan seperti terbang ke langit ke tujuh, begitu pula dengan tubuh Bu Ica seakan-akan melayang-layang tanpa henti di udara menikmati kepuasan yang diberikan oleh Bobi.

Sampai akhirnya mereka berdua berhenti karena merasa kelelahan yang amat sangat setelah bercinta begitu hebat.

Sejenak kemudian, masih dengan posisi yang saling menindih, terpancar senyum kepuasan dari mulut Bu Ica.

“Bobi, terima kasih atas apa yang telah kau berikan pada Ibu..,” kata Bu Ica sambil tangannya mengelus-elus rambut Bobi.

“Sama-sama Bu, aku juga puas karena sudah membuat Ibu berhasil memuaskan hasrat birahi Ibu,” sahut Bobi dengan posisi menyandarkan kepalanya di atas dada Bu Ica.

Suasana yang begitu mesra.

“Selama disini, mulai malam ini dan seterusnya, Ibu ingin kamu selalu memberi kepuasan birahi Ibu..!” pinta Ibu Ica.

“Saya berjanji Bu, saya akan selalu memberikan yang terbaik bagi Ibu..,” kata Bobi kemudian.

“Ah, kamu bisa saja,” tersungging senyum di bibir Bu Ica.

“Tapi, ngomong-ngomong bagaimana dengan Ida dan Bik Sumi..?” tanya Bobi.

“Lho, kita kan bisa mencari waktu yang tepat. Disaat Ida berangkat sekolah juga bisa, dan Bik Sumi di dapur. Di saat keduanya tidur pun kita bisa melakukannya. Pokoknya setiap saat dan setiap waktu..!” jawab Bu Ica manja sambil tangannya mengusap-usap punggung Bobi.

Sejenak Bobi memandang wajah Bu Ica, sesaat kemudian keduanya sama-sama tertawa kecil. Akhirnya apa yang mereka pendam berdua terlampiaskan sudah. Sambil dengan keadaan yang masih telanjang dan posisi saling merangkul mesra, mereka akhirnya tertidur kelelahan.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama