Di siang hari yang terik itu, Fani tergesa-gesa turun dari taksi yang ditumpanginya, Setelah membayar ongkos taksi, Fani buru-buru melangkah mendekati pagar tinggi besar sebuah rumah mewah di bilangan jakarta tersebut dan menekan belnya dengan tidak sabar. Tak butuh waktu lama, seorang wanita paruh baya berjalan tergopoh-gopoh menuju pagar untuk menyambutnya.
“Eh, neng Fani. Bibi kirain siapa.”
“Iya bi, cepetan dong panas nih.”
“Iya iya neng masuk..”
Fani dengan segera melenggang masuk kedalam rumah tanpa ba-bi-bu. Ia mengibas-ngibaskan kerah seragam SMA nya setibanya didalam, berusaha mengusir rasa gerah di tubuhnya. Bi Marni pun tak selang lama ikut masuk kedalam dan mengunci pintu.
“Orang-orang belom pada pulang ya?” tanya Fani lagi begitu masuk kedalam rumah “Belom neng, tapi tadi non Sesil udah bilang kok neng Fani mau dateng. Cuman ada mas Roni aja yang udah pulang sejam yang lalu. Paling lagi di kamarnya.
“Oh gitu, yauda deh. Saya ke kamarnya Sesil yah bi. Disana aja ngadem.”
“Iya neng, bibi lanjut masak ya.’
Dan bi Marni pun menghilang ke belakang, menyisakan Fani sendirian. Fani pun dengan santai melenggang ke lantai dua menuju kamar Sesil. Fani dan Sesil sudah bersahabat sejak lama sedari SD dan SMP. Bahkan ketika mereka berpisah sekolah di SMA persahabatan mereka masih tetap erat. Sedari SD hingga SMP Fani kerap bermain ke rumah Sesil. Tak jarang di akhir minggu Fani menginap disana, jadi seisi rumah sudah menganggap Fani seperti keluarga sendiri.
Setibanya ia di kamar Sesil, Fani segera melempar tasnya ke lantai dan menjatuhkan badannya di kasur. Sesil sendiri masih ada les tambahan hingga jam 4 sore sehingga ia belum masih akan pulang hingga beberapa jam kedepan. Fani sendiri sebelumnya sudah berencana untuk bermain ke rumah pacarnya. Namun karena satu dan lain hal, rencana berduaan tersebut gagal dan akhirnya Fani memilih untuk menghabiskan waktu saja di rumah Sesil. Dengan kesal, Fani hanya membolak-balik hapenya saja untuk membunuh waktu namun hal tersebut malah membuat ia makin kesal. Akhirnya ia pun bangkit dari kasur dan beranjak keluar dari kamar.
Baru saja ia melongok keluar pintu, matanya tertuju kearah pintu kamar Roni diseberang kamar Sesil yang ternyata sedikit terbuka. Karena tidak ada kerjaan, Fani pun memutuskan untuk mengisengi Roni saja. Roni sendiri adalah adik Sesil satu-satunya yang terpaut jarak beberapa tahun. Saat itu Roni sudah menginjak kelas 3 SMP, namun badannya tinggi besar mungkin karena ia rajin berlatih basket sedari SD. Bahkan kini Roni juga rajin berolahraga di Gym sehingga membuat badannya yang sudah tinggi menjulang semakin kekar. Meski ia akui Roni sudah jauh berbeda dari yang dulu, namun tetap saja di mata Fani, Roni adalah anak kecil ingusan yang selalu jadi bahan kejahilan dirinya dan Sesil.
Sambil berjingkat-jingkat Sesil menghampiri kamar Roni dan melongok sedikit kedalam diantara celah pintu. Nampak Roni tengah duduk didepan meja komputer membelakangi pintu sembari mengenakan headphone. Fani pun mengendap-endap mendekati Roni yang kala itu hanya mengenakan boxer yang terpaku didepan komputer. Namun ketika ia baru hendak menepuk bahu Roni, Fani tercekat melihat layar komputer Roni. Fani baru tersadar Roni ternyata sedari tadi tengah menonton film porno di komputernya. Ia nampak begitu berkonsentrasi bahkan hingga tak menyadari Fani sudah berada tepat di belakangnya. Fani mengurungkan niatnya sebentar dan bergeleng-geleng sendiri menahan geli melihat tingkah polah Roni yang sedang bernapas tak beraturan. Kini bahkan tangan kiri Toni mulai bergerak merabai gundukan boxernya sendiri. Saat itulah Fani segera ambil tindakan dan menepuk kedua bahu Roni sambil berteriak kencang.
“HAYO LAGI NGAPAIN!”
Roni nyaris terjengkang kebelakang sangking kagetnya. Headphone nya bahkan ikut terbelit ketika ia terjungkal sangking kagetnya. Dengan cepat Roni mematikan layar komputernya dan berdiri dengan terengah-engah dengan wajah pucat pasi. Fani tertawa tergelak hingga terduduk di kasur Roni.
“K-kak Fani ngapain sih! Ngagetin orang aja!!” Ujar Roni masih sambil terbata-bata.
“Lagian elu sih Ron, nonton bokep serius banget sampe ga sadar gue masuk.” Jawab Fani lagi di sela-sela tawanya.
Roni tampak memerah padam wajahnya, ia hanya bisa berdiri mematung di samping komputer seperti tengah di strap.
“Emang seru banget gitu bokepnya? mana coba gue pengen liat kaya apa.” Ujar Fani lagi sambil beranjak mendekati layar komputer.
“Eh Eh! ngapasin sih kak Fani! u-udah deh keluar aja, gangguin orang aja nih!” sembur Roni sambil berusaha menghalang-halangi Fani.
“Ah berisik lu Ron, mana cepet gue pengen liat. Daripada lo gue aduin ke kakak lo coli di kamar? baru tau rasa lo.” ancam Fani sambil terkekeh.
Roni tak bisa berkutik mendengar ancaman Fani. Wajahnya jadi pucat pasi, namun ia tak berani bergeming di sebelah Fani. Fani dengan santai menghidupkan layar komputer kembali dan memutar video porno tersebut. Di lain pihak Roni kini kian resah sambil terus menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal, bercampur antara gelisah dan malu.
“Ih gila lu Ron, nontonin yang dijilat-jilat begini cewenya. Lagi belajar ya lu buat pacar lu?” celoteh Fani asal. Roni yang makin salah tingkah yang justru membuat Fani makin bersemangat untuk mengusilinya.
Roni bergerak cepat menutup pintu kamarnya, takut bila nanti bi Marni ikut memergoki kesialannya. Dalam hati ia berkata jangan sampai berita memalukan ini sampai ke telinga Sesil atau bahkan mamanya.
“Duh udah dong kak Fan, please ampun kak..” mohon Roni. Tetapi Fani diam saja sambil terus tersenyum-senyum jahil menatapi layar komputer tak menghiraukannya.
“Ckck.. ga nyangka gue Ron, lo ternyata bejat banget ya. Liatnya sampe yang kencing-kencing gini.. ihhh..” celoteh Fani lagi. Roni makin memerah kupingnya mendengar ocehan Fani.
Dalam hati Fani memuji juga selera Roni. Video yang diputar Roni diam-diam agak membuat Fani hanyut juga. Apalagi rencana Fani berduaan dengan pacarnya hari ini gagal, membuat Fani makin gemas saja melihat adegan porno didepan matanya. Sekilas Fani melirik Roni yang berdiri mematung di sebelahnya. Baru kali ini setelah sekian lama Fani melihat Roni setengah telanjang seperti itu. Melihat perut rata Toni, sekelebat pikiran kotor Fani bergejolak.
“Yauda deh Ron, lo lanjutin gih kegiatan menjijikan lo itu.”
Sejenak Roni bernapas lega mendengar perkataan Fani.
“Tapi, siap-siap aja ya kena omel sama kakak lo. Hahaha..”
“Yaaah.. please kak Fan, jangan dong kak.” Mohon Roni seraya menarik lengan seragam Fani dengan wajah sangat memelas.
“Ih jangan pegang-pegang!” tukas Fani sombong.
“Ayo dong kak please jangan kak.. apa aja deh Roni kasih, kak Fani laper? mau pizza? Roni pesenin ya?” rayu Roni sengit.
“Ngga lah ya, gue ga semudah itu di rayu..” balas Fani lagi sembari berpikir. Selang beberapa saat Fani kembali berucap.
“Oke deh gini, lo ga akan gue bilangin. Tapi sebagai hukumannya…Lo harus coli disini, sekarang. Biar lo kapok. Haha..” ujar Fani jahil.
Roni termangu tidak mempercayai perkataan Fani. Fani berusaha sekuat tenaga tidak tertawa kala ia memperhatikan ekspresi Roni. Dalam hati Fani sedikit berdebar-debar jug menunggu respon Roni.
“Ayo gimana? Mau ngga? kalo ga yaudah.” Ancam Fani lagi sembari berakting melangkah pergi.
“I-iya kak! tunggu bentar please tunggu..” cegah Roni.
Fani berdiri bercakak pinggang memandangi Roni dengan pongah sambil tersenyum kecil. Roni nampak ragu dan hanya bisa menunduk lemas.
“Ayo cepet, lama banget lu ah Ron. Pilih mana, coli ditempat apa kena sidang sekeluarga?” Bentak Fani Fani lagi mengancam.
Roni terdiam beberapa saat, dan kemudian ia pun mulai menggapai pinggiran boxernya. Fani memperhatikan pergerakan Roni dengan seksama. Perlahan masih penuh dengan keragu-raguan, Roni memelorotkan Boxernya dengan sangat hati-hati. Mata Fani membelalak manakala matanya menangkap perut bawah Roni yang melengkung berbentuk V. Fani berpikir dalam hati “Gila seksi juga ototnya untuk ukuran anak SMP. Pasti karena ikut-ikutan nge-Gym.”
Roni sempat berhenti sesaat sebelum menurunkan boxernya lebih jauh kebawah. Sebelah tangannya menangkup kemaluannya malu-malu sembari tangan sebelahnya lagi memeloroti boxernya sendiri hingga ke dengkul dan kemudian ke mata kaki. Wajah Roni memerah padam tak sanggup membalas pandangan Fani sama sekali. Kini Roni berdiri tanpa sehelai benangpun tak jauh dari Fani yang duduk dengan santai di depan meja komputer.
“Hihihi.. mana cepet, ayo buruan.” Pekik Fani girang tatkala Roni usai menanggalkan boxernya.Roni masih hanya diam mematung seperti maling yang tertangkap basah oleh warga, berdiri telanjang bulat menunggu hukuman.
“N-ngapain kak, udah dong Roni udah kapok..” Mohon Roni lagi dengan suara lemas.
“Pake nanya lagi, cepet buruan kocok, hihi.” ujar Fani cuek sembari terkikik geli.
Roni dengan sangat perlahan mulai merabai kemaluannya sendiri meski masih ditutup sebelah tangannya. Diraba-rabainya sendiri penisnya yang tak kunjung mengeras.
“Mana kok ga bangun-bangun sih? Malu ya? Ahaha..” goda Fani lagi. “Pokoknya kalo sampe ga bangun juga, bakal gue aduin ke Kakak sama nyokap lo.. “ Ujar Fani mengancam.
Mendengar ancaman Fani otomatis Roni berusaha sekuat tenaga memfokuskan diri. Ditengah-tengah usahanya Roni melihat secercah harapan. Dari posisi dirinya bediri saat itu ia dapat mengintip dengan jelas belahan dada Fani dari yang duduk lebih rendah tepat di hadapannya. Daging yang mulus dan lembut tertutupi bra hitam itu lumayan membantu ereksi Roni.
Fani dengan seksama melirik mata Roni yang tertuju di celah seragamnya. Ia sudah biasa dengan pandangan seperti itu, baik di sekolah maupun dijalan, ia sudah hapal mata jelalatan lelaki macam itu. Namun kali itu Fani memilih untuk diam saja membiarkan Roni untuk melirik sesukanya, apalagi ia melihat penis Roni kian menegak keras. Fani pun makin lama makin tidak sabar, dengan cuek akhirnya ia membuka dua kancing teratas di seragamnya sehingga terpampanglah jelas payudaranya.
“Nih udah gausah ngintip-ngintip segala. Baek kan gue? daripada kelamaan. Udah buruan kocok cepet!” kata Fani.
Roni langsung melotot matanya melihat payudara yang begitu bulat, terjuntai secara cuma-cuma didepan matanya. Otomatis penis Roni menegang maksimal disuguhi pemandangan sebegitu indah. Fani pun ikut terbelalak melihat tegangnya penis Roni. Untuk ukuran anak smp penis Roni bisa menyamai milik randi kekasihnya. Bahkan terlihat lebih melengkung keatas dan lebih gendut dari milik randi. Tak terbayang apabila SMA nanti atau kuliah bisa sebesar apa penis Roni. Fani jadi menelan ludah diam-diam.
“Stop stop. Stop dulu. Sekarang lu diem Ron. Gue pengen liat segede apa.”
Roni yang sudah mulai tegangan tinggi terpaksa diam istirahat ditempat karena komando Fani. Dengan posisi itu Fani bisa meneliti betapa gagahnya penis Roni di depan mukanya itu. Roni berdebar-debar gorgi manakala Fani mendekatkan wajahnya hingga nyaris tinggal sejengkal jaraknya dari acungan penisnya sendiri. Warnanya yang kemerahan dan berurat membuat Fani salut juga apalagi dalam jarak sedekat itu tentu semakin gagah terlihat. Roni jadi mengkhayal apabila Fani mengoral penisnya seperti di film porno. Ahhh.. betapa bahagianya Roni apabila itu terjadi.
“Hmm.. yaudah cepet sekarang kocok lagi!” perintah Fani lagi. Ia hampir saja terceplos memuji penis Roni usai ia memandanginya lekat-lekat tadi.
Roni pun dengan ogah-ogahan mulai mengocok lagi penisnya didepan Fani. Agak kecewa juga Roni karena harapannya tadi tidak menjadi kenyataan.
“Pokoknya harus keluar ya. Gue gamau kalo ga keluar.” Tambah Fani lagi.
“S-susah Kak. A-abisnya gue ga ada bahan lagi..” Kilah Roni malu-malu.
“Heh? Emang ini kurang? Udah bagus-bagus ya lu gue kasi belahan toket. Malah nawar lagi. Dasar lu ya..” Bentak Fani.
“E-eh j-jangan marah gitu dong. Kan kak Fani suruh keluarin. Kalo emang turun lagi emang Roni bisa kontrol? Hayo..” Ujar Roni lagi berusaha membela diri.
“Hm. Sok banget lu nawar-nawar. Emang lu mau apaan? Awas aja ya kalo gue suruh buka CD juga. Gue OGAH. Mending lo gue aduin sekarang ke Sesil.” Balas Fani lagi.
“N-ngga ngga kak nin, ga itu kok. Hmm.. apa ya.. Buka itu aja deh..” Jawab Roni terbata-bata.
“Buka apaan?” Tanya Fani lagi tidak sabar.
“Turunin branya aja kak nin. Dikit aja, b-biar Roni on lagi.” Tawar Roni malu-malu.
Sial, pikira Fani terdiam sesaat. Fani sebenarnya masih agak penasaran ingin melihat penis Roni hingga ejakulasi nanti, namun mendengar tawaran Roni Fani jadi menimbang-nimbang sendiri permintaan tersebut.
“Oke, fine. Sebelah aja tapi ya. Dan dengan satu syarat. Maksimal 10 menit. Ngga keluar juga, lo gagal.” Ucap Fani menyetujui permintaan toni.
Roni mengangguk-angguk cepat girang. Fani dengan agak kesal membuka seluruh kancingnya dan menurunkan sebelah tali bra nya. Roni dengan gugup mengintip-intip tak sabar. Fani melirik sedikit kearah Roni, dan dengan perlahan meloloskan tali branya, dan mengeluarkan sebelah payudaranya dari balik cup bra. Mata Roni melotot nyaris copot memandangi payudara Fani yang menggantung bebas di udara, serta pucuk payudaranya yang berwarna merah kecoklatan.
Gairah Roni bangkit lagi. Dikocok-kocoknya penisnya dengan semangat tanpa disuruh. Fani terkekeh melihat ekspresi wajah Roni yang begitu cabul. Ia tahu apa yang diinginkan Roni. Dengan genit Fani makin mencondongkan sebelah payudaranya yang terpampang menantang Roni. Lalu dengan lembut Fani menjawil sendiri puting susunya dengan telunjuknya, dan mendesah kecil.
“Aduh.. geliiiii….”
Roni makin kesetanan melihat aksi Fani. Dengan napas menderu ia berbisik ke Fani.
“Terus kak fan, colek lagi kak.. Cubitin kak…”
Fani tersenyum nakal mendengar permohononan Roni. Dengan perlahan Fani mencubit putingnya yang kenyal dan memuntirnya perlahan sembari seraya mendesah manja.
“Awh, Ron.. uuunnnch…”
Fani menggeliat manja sengaja memancing birahi Roni lebih lagi. Sialnya hari itu memang Fani sedang agak horny, apalagi rencananya untuk bercinta dengan Randi juga batal. Maka itu rangsangan di putingnya itu dan show Roni didepannya diam-diam malah ikut memancing nafsunya sendiri. Kini bahkan Fani keterusan untuk mencubit-cubit mesra putingnya sendiri sembari asyik menonton onani Roni.
Ditengah gelora nafsu Roni melihat tatapan Fani yang juga kini agak sayu. Bak ditimpa durian runtuh, kini Roni melihat Fani melepaskan cup bra yang satu lagi, dan menggelitiki putingnya yang satunya lagi hingga kini Fani asyik memainkan kedua puting susunya didepan Roni.
“Ouh kak Fani, seksi banget kak.. Terus kak cubit kak.. Mmhh. enak ya kak?” Pancing Roni.
Fani tak menggubris bisikan Roni dan terus asyik merangsang dirinya sendiri. Nafsunya kini sudah bangkit, celana dalamnya terasa begitu hangat oleh hawa nafsunya sendiri. Tenggorokan Fani terasa kering akibat gairahnya yang sudah naik. Fani mengumpat dalam hati karena ia jadi ikut terangsang. Fani menjadi gemas sekali oleh penis Roni. Tapi ia masih berusaha menahan diri. Rasanya ingin ia langsung menyambar dan mengisap penis Roni hingga ke tenggorokannya dan menelan habis sperma Roni. Pasti legit sekali rasanya, pikir Fani dalam hati.
“Kak Fan, Roni pegel nih kak tangannya..” ujar Roni lirih. “Bantuin dong kak nin gantian, pleasee…” ujar Roni mencoba peruntungannya.
Fani melirik Roni tajam. Sial sekali Roni seakan tahu pikiran dalam kepalanya. Diantara gelombang nafsu seperti ini, ia jadi galau terombang-ambing. Brengsek! Pikir Fani dalam hati.
“Hm! Sial lu Ron. Sini cepet!” jawab Fani singkat sembari berusaha tetap cool.
Roni berbunga-bunga seakan bermimpi di siang bolong. Dengan gugup ia melangkah mendekat, mencodongkan pinggulnya kedepan. Fani pun tak kalah gugup menjelang tangannya menyentuh batang keras Roni. Roni menggelinjang pelan penuh kenikmatan ketika tangan Fani menggengam penisnya. Nyaris saja Roni ejakulasi merasakan halusnya tangan Fani. Fani mendesis gemas sembari menyapu jengger Roni dengan jempolnya. Fani jadi terkesima oleh diameternya yang ternyata nyaris tak muat dalam genggamannya. Terasa betapa kokoh dan kerasnya penis Roni dalam genggamannya.
Dengan pelan Fani mulai mengocok penis Roni naik dan turun. Roni menggigit bibirnya sendiri tak kuasa menahan kenikmatan. Fani menjadi makin bersemangat oleh desahan tertahan Roni. Ingin rasanya ia cepat-cepat melihat ejakulasi Roni. Fani meludahi tangannya sendiri untuk melicinkan kocokannya. Roni terbelalak dan mendengus nafsu melihat kebinalan Fani seperti itu.
“Awghh… k-kak Fan.. Enak bangettt… suerr…” ceracau Roni.
CLOK!
CLOK!
CLOK!
CLOK!
Bunyi kulit pelir Roni bergesekan dengan telapak tangan Fani yang basah oleh liurnya sendiri. Fani bahkan menambahkan liurnya lagi dan langsung meludahkannya keatas kepala penis Roni demi melicinkan lagi kocokannya.
“Kak Fan, j-jilat dikit dong kak.. Aku dah mau keluar nihh.. Sshmmmm” rayu Roni lagi.
Shit, pikir Fani dalam hati. Sebenarnya memang Fani sedari tadi sudah terpancing untuk melakukan hal tersebut, namun tentu Fani tidak mungkin merendahkan harga dirinya dan meminta duluan, Apa kata dunia? Tapi kini posisinya Roni sudah meminta, jadi Fani berpikir apakah ia akan mengiyakan permintaan Roni atau tidak. Namun dilain pihak Fani juga begitu ingin mengecap sperma Roni di mulutnya. Akhirnya didesak oleh nafsu birahi, Fani mencondongkan kepalanya maju.
“Hmmhh.. sialan lu Ron! errrghh.. sini deh cepet! Slurp… mhhhhmmm… chuppp..”
Fani dengan sekejap langsung mengemut kepala penis Roni dan mengisapnya bak permen lolipop. Roni mengejang-ngejang keenakan. Baru kali itu ia merasakan nikmat seperti itu. Sapuan lidah dan hisapan Fani melambungkannya ke awang- Awang Dilain sisi Fani juga menikmati mengisapi batang penis milik Roni itu. Bagaimana Fani harus membuka mulutnya lebar-lebar demi memasukkan batang penis Roni kedalam mulutnya.
“Fuwaaahhmmm… mhmhhhhhmm… slrrrpppp…”
Fani melepahkan pelir Roni dan menyapunya ke seluruh permukaan bibirnya. Digenggamnya penis Roni dan dijilatnya batang Roni mulai dari pangkal, hingga ke pucuk helmnya, diakhiri dengan kuluman dalam mulutnya, membuat Roni kocar kacir. Fani mengeluarkan pengalamannya demi membuat Roni bertekuk lutut, sialnya Roni bisa begitu kuat menahan orgasmenya hingga Fani harus berupaya ekstra.
Akhirnya Roni tak bisa lagi menahan orgasmenya. Diujung sisa perlawanannya, Roni tiba-tiba menjambak rambut panjang Fani dengan kencang, dan menghentakkan pinggulnya dalam-dalam. Fani yang samasekali tidak siap hanya bisa mencengkram pinggul Roni ketika penis gagah Roni terdorong melesak jauh kedalam tenggorokannya. Roni dengan gilanya menggagahi tenggorokan Fani tanpa ampun, membuat Fani tersedak dan terbatuk-batuk hebat.
Bak di dalam video porno hardcore, Fani hanya bisa pasrah tenggorokannya diperkosa Roni. Diantara keberingasan itu Fani anehnya malah makin terangsang, diam-diam ia menyukai perilaku beringas Roni ini. Makin ia terbatuk-batuk sesak napas, makin nikmat rasanya hingga basah sendiri celana dalam Fani.
“Hmmmmmhhh! Makan nih peju gue… ssshhghghggg….gggghhhhh…….”
Roni meregang sembari membenamkan pelirnya dalam-dalam di mulut Fani. Cairan sperma Roni yang berlimpah membanjiri rongga mulut dan tenggorokan Fani. 1,2,3,4, kali penis Roni berkedut-kedut menyemburkan benihnya seakan mulut Fani adalah rahim yang hendak dibuahinya. Fani yang kehabisan napas, tersedak oleh pelir, dan sperma hanya bisa pasrah dalam kenikmatan. Dan ketika Roni usai menuntaskan orgasmenya, ia mencabut penisnya serta merta dan terhuyung kebelakang terduduk di kursi komputernya lagi.
“OHOK! OHOKK!!! HOEKK!!!… FYUHHHH… aahgghhhh… ohok.. Ohok…”
Fani terbatuk-batuk hebat ketika paru-parunya yang nyaris meledak diisi kembali oleh oksigen. Ludah, dahak, serta sprerma kental dimuntahkan olehnya ke lantai. Fani mengelap bibirnya yang belepotan campuran berbagai cairan, dan juga mengelap butiran airmatanya yang menetes ke pipi. Roni tak lagi sanggup berdiri dan hanya bisa terduduk sembari mengelap penisnya menggunakan tissue.
“Cuhhh… hhhh…hh… brengsek lu Ron.. Hhh.hhh..” umpat Fani disela-sela napasnya masih dengan suara serak.
Roni buru-buru bangkit dan mengambil tissue bersih demi membantu mengelap bibir Fani yang masih tidak karu-karuan. Roni dengan penuh perhatian membantu mengelap sisa-sisa kebrutalannya tadi. Fani dengan pandangan kesal melirik tajam ke arah Roni.
“Maap kak… Roni kebawa suasana.. Maap yaah .Abis kak Fani hebat banget sih nyepongnya. Roni jadi ga kuat..” Ujar Roni sambil malu-malu
“Ga kuat sih ga kuat, tapi ga langsung deephtroat juga kali gue kan kaget. Untung aja ga keluar semua makan siang gue tadi.” dengus Fani kesal.
“Iya deh maap ya kak Fan, nanti besok-besok ga gitu lagi deh.. Janji. Hehe” rayu Roni.
“IH, enak aja besok-besok lagi. Sorry ya.. Cukup sekali ini. Huuu..” cibir Fani sembari masih tersengal-sengal.
“Jangan gitu dong kak nih, haha. Enak kan kontol Roni? Buktinya kak Fani ngisepnya menghayati banget tadi..” ujar Roni sambil tersenyum-senyum.
“Halah, kepedean lu Ron. Namanya orang sange ya pasti menghayati lah…” cerocos Fani lagi.
“Hoooooo jadi tadi sange juga toh? Kesian dong kak Fan belom keluar.. Karena Roni baik, sini gantian Roni bantuin, Kak.” goda Roni sambil tersenyum-senyum girang.
“EH EH mo ngapain lu Ron? Ih lepass!”
Roni segera merengkuh tubuh Fani dan merebahkannya ke kasur. Terasa kini oleh Fani betapa badan Roni yang jauh lebih besar ketimbang tubuhnya dan dapat dengan mudah menahannya di kasur. Roni dengan agak memaksa menciumi telinga dan leher Fani. Bahkan tangannya Roni juga kini ikut menggerayangi dada Fani.
“Ron.. Ron udah Ron udah, iya iya ampun ampun. Oke oke damai pliss..” mohon Fani berusaha menghentikan serangan Roni.
“Kenapa kak Fan? Hmmmm…mmmuach… kan Roni cuman pengen bantuin kak Fani aja, ga enak dong Roni tadi udah keluar duluan kak Fani belom.. Mmmmwach..” ujar Roni terus menyerang tengkuk Fani. Fani merasakan penis Roni sudah agak mengeras lagi menyenggol pahanya.
“Oke, oke deh, lo boleh bantuin dengan satu syarat.. Tapi lo jangan masukin ya Ron. Lo jilatin aja ya… okeee? Hmmm..” kilah Fani berusaha menghindar, Fani merasa terpaksa menyerah ketimbang Roni terus menyerangnya dan malah membuat dirinya makin lengah.
“Hmmmm.. Muach.. Okedeh… hehe. Sini kak Roni jilatin kak.” ujar Roni bersemangat beranjak melepaskan cengkramannya.
Fani menghela napas mengatur napasnya lagi. Nyaris saja Fani pasrah oleh serangan Roni. Roni nampak begitu bersemangat tersenyum-senyum membuat Fani geleng-geleng kepala. Fani dengan agak ogah ogahan menanggalkan roknya hingga jatuh ke lantai. Ia rapatkan pahanya dalam-dalam agar Roni tidak bisa melihat bercak basah dicelana dalam pink nya.
“Eh, eh, kak kok langsung sih? Nanti dong santai.. Hehe. Roni pengen jilat yang ini dulu..” Ujar Roni seraya meraba payudara Fani. Sialan pikir Fani, kali ini malah keadaan berbalik dirinya yang dimanfaatkan Roni.
Dengan masih tersenyum-senyum cabul, Roni merabai payudara Fani. Ditariknya lagi Fani hingga ia jatuh terduduk diatas kasur. Roni dengan lembut menjawil puting susu Fani dari balik bra.
“Eghmmm..”
Fani menahan bibirnya rapat-rapat agar tidak kelepasan mendesah. Roni tentu tak akan pikir dua kali untuk memanfaatkan Fani habis-habisan. Kini dua telunjuk Roni bermain di kedua puting susu Fani yang kenyal. Fani tetap berusaha cool duduk di tepi ranjang. Roni beralih kebelakang Fani, dan mulai mencubit pelan dan memuntir-muntir puting Fani lembut. Untunglah pikir Fani, karena Roni jadinya tidak bisa melihat ekspresi Fani yang mulai agak terpejam-pejam dimainkan putingnya oleh Roni.
Roni terus memancing desahan Fani untuk keluar. Dari posisi belakang, Roni dengan diam-diam kembali menciumi leher Fani penuh nafsu. Fani tak kuasa menggelinjang merinding tatkala Roni mempermainkan tubuhnya seperti itu.Secara naluriah Fani melingkarkan lengannya kebelakang merangkul leher Roni. Roni begitu girang melihat gelinjang manja tubuh Fani dipelukannya. Selama ini dia hanya bisa bermimpi bercinta dengan wanita lebih tua, dan sekarang khayalannya jadi kenyataan, apalagi dengan Fani teman kakaknya yang paling seksi dan menjadi imajinasi onaninya selama ini.
“Mhhmm.. Ron, gila ah ron geli banget gue….” ceracau Fani dalam kenikmatan.
Roni dengan giatnya terus mencubit, menjawil, mengusap, dan menarik puting Fani yang makin kenyal. Lidahnya menari-nari dileher dan kuping Fani membuatnya bergetar keasyikan. Fani tak habis pikir bagaimana anak smp ini bisa mencumbuinya sebegitu hebat seperti kekasihnya sendiri.
Kemudian secara perlahan sebelah tangan Roni merayap kebawah dan membelai paha Fani. Fani yang sudah tipis kesadarannya hanya mengikuti bimbingan tangan Roni untuk membuka kedua pahanya. Roni mendesis gemas merasakan hangat dan basahnya celana dalam Fani. Fani menoleh kearah Roni dan segera memagut bibir Roni penuh nafsu ketika jemari Roni merabai kemaluannya lembut.
“Ahh.. anget banget kak. Enak ya dimainin Roni?” tanya Roni mesra.
Fani menjawab dengan pagutan yang sangat mesra di bibir Roni sembari badannya menggigil merinding ketika Roni terus menjamahi kemaluannya. Roni yang juga sudah gemas menelusupkan tangannya masuk kedalam celana dalam Fani.Fani yang kalap menjambak rambut Roni dan menciumnya makin dalam ketika jemari Roni mengusap bibir vagina Fani yang berlendir.
“Ssshh.. Itilnya ron, itilnya mainin plis..” Mohon Fani.
“Ini yah? Ini kak? Hmmm?”
“Aggghhh tommm….”
Fani meringis penuh kenikmatan sewaktu ujung jari tengah Roni menelusup diantara celah vaginanya dan mencolek tonjolan berkerudung di sudut atas kemaluannya. Badan Fani bergetar seakan dialiri listrik dari ujung kepala hingga ujung kaki manakala Roni menjawili mesra klitoris Fani. Kini bahkan kedua kaki Fani berjinjit mengangkang di pinggir kasur membuat Roni makin leluasa mengerjainya.
“Ahmmm… gila ron enak bangettt.. Terusin ronn… kocokin memek gue ronn…”
Roni segera memasukkan jari tengahnya kedalam rongga kemaluan Fani. Sangking basahnya dengan mudah jari Roni menelusup masuk. Roni baru kali itu merasakan bentuk isi vagina. Sungguh licin, berdaging, dan tentu saja basah. Roni mengorek-ngorek penuh rasa ingin tahu isi dalam vagina Fani. Kini posisi mereka berdua kembali berpindah, Fani merebahkan diri diatas kasur mengangkang sementara Roni diantara kedua kakinya terus mengorek-ngorek vagina Fani.
“Ron.. Gilaa…Ron…auhh terus ronn…. Mhmhh..”
Fani merengek-rengek liar ketika Roni memasukkan jari kedua kedalam vagina Fani dan kemudian menyeruput klitoris Fani dengan sedapnya.
“Shrrrrppppppptttt…..”
Fani menggelinjang binal dibuatnya. Disodok-sodokannya jari Roni kedalam vagina Fani dengan beringas.
“YESH!! UGHH FUCK.. Kasarin gue Ron, kasarin Ron.. Ouggghhh fuck me!”
Roni tersenyum girang luar biasa mendengar teriakan garang Fani ketika ia menyodokkan tangannya dengan kasar. Roni merasa kedua jarinya diremas-remas kencang oleh dinding vagina Fani. Fani mengerang seperti anjing sekarat ketika tanpa diduga-duga Fani menyemburkan cairan encer dari dalam kemaluannya. Roni terbelalak kaget ketika Fani terus menerus mengencingi tangan dan kasurnya habis-habisan hingga kasurnya basah menggenang.
Dan akhirnya Fani melepaskan jepitan pahanya dan melepaskan tangan Roni yang basah kuyup hingga ke lengannya. Baru kali itu Roni merasakan sendiri sensasi squirting yang selama ini hanya bisa ia tonton di film bokep. Fani megap-megap mencari napas sehabis mengeluarkan orgamse yang begitu dahsyat. Roni membiarkan Fani beristirahat sejenak mencari udara dan menikmati sisa sisa klimaksnya. Hingga akhirnya Fani kembali sadar dan melirik lembut kearah Roni.
“Sini ron..” Panggil Fani lembut.
Roni mendekat diatas tubuh Fani dan kemudian secara naluriah Fani melingkarkan kedua kakinya di pinggang roni, dan mencumbui bibir Roni mesra. Fani sendiri merasa takjub Roni bisa membuatnya orgasme sekencang itu. Bahkan kekasihnya sendiri pun jarang-jarang bisa membuatnya seperti itu.
“Belajar darimana lo kaya gitu? Kebanyakan nonton bokep lu ya.. Hihi.” Ujar Fani sembari tetap mendekap manja Roni.
“Hehe, iya dong tapi ada untungnya kan? Buktinya Roni bisa bikin kak nin muncrat ampe segitunya..” kelakar Roni.
“Huu.. hoki lu bisa bikni gue begini.. Cowo gue aja gabisa. Mmwachh..” Ujar Fani lagi sembari kembali mencumbu Roni manja.
“Haha.. berarti lebih jago Roni dong dari pacarnya kak Fani? Kalo gitu pacaran sama Roni aja kak.. Roni entot tiap hari deh janji..” rayu Roni nakal.
“Haha geer lu Ron, emang siapa yang mau dientot sama lo?”
“Yakin gamau dientot kak? Udah keras lagi nih kak… tinggal bless aja..”
Roni terus merayu Fani sembari menggesek-gesekkan penisnya ke bibir vagina Fani. Sesekali kepala penisnya menggesek klitoris Fani membuat Fani kembali menggelinjang geli. Terkadang bahkan kepala penisnya menggoda nyaris merangsek masuk kedalam vagina Fani yang sudah merekah dan sangat licin. Sembari keduanya terus bercumbu mesra tidak memperdulikan waktu.
“Emang lu bisa masukin ron? Yakin ga salah lobang?” goda Fani sambil tersenyum genit.
“Wah meragukan nih. Bener ya? Roni masukin nih… hmmmmm..”
“Coba aj–eggngnggghhhh….”
Fani seketika meringis ketika kepala penis Roni masuk tepat sasaran kedalam vagina nya masih dalam posisi mereka tetap berpelukan seperti tadi. Roni tersenyum penuh kemenangan melihat Fani meringis keenakan. Hanya dengan sekali dorong, setengah penis Roni sudah merangsek masuk kedalam liang vagina Fani. Roni merasa birahinya naik lagi dengan cepat merasakan sensasi kenikmatan yang baru kali ini ia rasakan seumur hidup. Semua kenikmatan onani yang ia rasakan tak sebanding dengan nikmatnya vagina asli.
“Roniii.. kok langsung masuk sihhh.. kak Fani belom siap..” Protes Fani dengan manja. Nadanya sangat lembut tak seperti yang tadi-tadi.
“Tadi kak Fani nantangin.. sshhh.. Roni masukin lagi yah? ughh..” ujar Roni mendesis-desis keenakan penisnya dijepit vagina Fani.
Roni dengan perlahan menggerakan pinggulnya maju menekan penisnya masuk lebih dalam ke vagina Fani. Fani merengkuh leher Roni kencang merasakan batang kokoh itu masuk semili demi semili kedalam rongga kemaluannya. Hingga akhirnya dirasa batang penis Roni tertanam seluruhnya dalam vagina Fani. Roni berdiam sejenak menikmati sensasi seluruh penisnya yang terbungkus rongga vagina Fani. Begitu juga Fani yang menggeliat-geliat merasakan vaginanya penuh sesak oleh penis Roni. Terasa begitu nikmat selisih diameter antara penis Roni dibanding milik kekasihnya, dimana vagina Fani belum pernah merenggang selebar itu sebelumnya.
“Gede banget Ron…” bisik Fani tanpa sadar oleh rasa takjub. Roni jadi besar kepala mendengar pujian seperti itu, apalagi ini adalah pengalaman seks dia yang pertama.
Dengan percaya diri Roni mulai menggenjot Fani dibawahnya. Roni dengan cepat mampu beradaptasi dan menggerakkan pinggulnya maju mundur berirama.
POK.
POK.
POK.
POK.
POK.
Bunyi tamparan daging bertemu daging menggema di ruangan. Diselingi juga bunyi nafas tersengal-sengal dan desahan lirih manja dua insan yang bersama-sama mereguk kenikmatan. Roni dengan fokus menghantamkan pinggulnya maju mundur, membuat Fani dibawahnya makin kalang kabut. Keringat menetes deras di tubuh mereka, begitu juga cairan pelumas yang merembes makin banyak keluar dari sela-sela bibir kemaluan Fani.
“Sshh.. sini kak Fan gantian kak, entotin Roni yah.. hehe..” Ujar Roni sembari merengkuh badan Fani.
Masih dalam posisi missionary, Roni merengkuh badan Fani yang masih agak setengah fly. Kini posisinya Fani duduk dipangku diatas Roni berhadap-hadapan dengan Roni berada dibawah. Fani dengan cepat beradaptasi dan mulai menggerakkan bagian bawahnya yang masih tertancap penis Roni.
“Ughhh.. dalemm..” bisik Fani manja.
Dalam posisi berpangkuan seperti itu terasa penis vertikal Roni menancap dalam. Fani mulai menggerakkan pinggangnya naik turun sekenanya karena masih lemas terasa pahanya. Roni dengan sabar memegangi kedua bongkah pantat Fani dan membimbingnya bergerak naik turun. Dengan giat Fani menunggangi Roni sambil terus meracau dan mendesah.
Roni yang masih belum puas bermain dengan Fani, menggiring Fani ke pinggir kasur dan mengaitkan kedua tangannya dibawah kaki Fani. Fani yang lemas hanya bisa pasrah kebingungan ketika Roni serta merta dengan gagahnya menggendong Fani didalam dekapannya.
“Ahhg Ron, mo ngapain..?”
Roni tak menjawab dan hanya langsung memposisikan penisnya lagi di bibir kemaluan Fani. Dengan sekejap Roni kemudian mampu melesakkanya lagi dalam-dalam ke kemaluan Fani masi dalam posisi berdiri menggendong Fani seperti itu.
“AUGH!!”
Fani melolong antara ngilu dan nikmat ketika Roni lagi-lagi menghantamkan pinggulnya kedepan. Fani hanya bisa berpegangan kuat-kuat di leher Roni saat badannya terayun-ayun kedepan dan belakang. Memanfaatkan gravitasi, Roni mengayun Fani maju mundur. Badan Fani terombang-ambing terus menerus dihantam oleh Roni yang beringas seperti kuda liar. Baru terasa oleh Fani betapa Roni sudah jauh berbeda dari yang dulu. Bocah kecil ingusan itu kini telah berubah menjadi pria dewasa yang mampu mempermainkan dirinya seperti boneka seks dengan mudahnya.
Fani bergetar kejang-kejang manakala kemaluannya kembali mulai berkedut kencang, menandakan dirinya nyaris mencapai orgasme lagi. Nikmat yang menjalar di seluruh bagian bawah tubuhnya, ditambah lagi posisinya yang masih mengangkang dalam gendongan Roni makin membuat kakinya mati rasa. Sedangkan Roni masih dengan gagahnya menggendong Fani dalam posisi berdiri. Badannya yang berotot berkilat-kilat oleh derasnya keringat yang mengucur.
“Ron.. Ronii… Roni!!”
Fani memekik kencang memanggil nama Roni manakala akhirnya banjir deras dari dalam rahim Fani kembali tercurah kencang. Pinggul dan pantat Fani mengejan-ngejan dan meliuk-liuk manakala curahan air kembali menyembur dari sisa-sisa sela pinggir vaginanya yang tertancap keras batang Roni. Roni dengan santai menikmati tumpahan air yang mengalir membasahi paha hingga kakinya. Roni tersenyum melirik ekspresi Fani yang begitu keenakan diterjang orgasme, matanya terpejam-pejam dan bibirnya setengah menganga dengan rambut terurai basah oleh keringat.
Roni dengan perlahan kembali menelentangkan Fani di kasur yang nyaris melorot karena tak sanggup lagi menyangga dirinya di pelukan Roni. Fani yang masih mengambang diantara kesadaranya hanya bisa terkangkang pasrah lemas diatas kasur. Baju seragam putihnya sudah kusut tak karuan, seperti pula rambutnya yang kusut oleh keringat. Vaginanya yang senantiasa masih berkedut menggembung, yang meski masih mengkilat basah, namun merah merona oleh sodokan tak henti-henti dari Roni. Roni dengan bangga menyaksikan hasil kemenangannya atas Fani, melihat dirinya yang terkulai lemah seperti pelacur yang habis diperkosa semalaman. Gairah Roni kembali bergelora ketika membayangkannya.
“Kok udah lemes? Masih belom selesai loh. Roni masi belum keluar lagi nih..” Ujar Roni seraya membaringkan badan disebelah Fani dan mengelus rambutnya yang berantakan. Fani mendengking pelan menghindari usapan tangan Roni di kepalanya seolah berusaha menampik rayuan Roni, badannya terasa sangat lelah, dan selangkangannya terasa amat pegal. Rasanya Fani enggan untuk meladeni nafsu bejat Roni yang ternyata diluar dugaan Fani itu. Dengan gemas Roni menjambak rambut Fani dan berbisik kasar.
“Ayo. Gue masih pengen ngentotin memek lo nih. Mmmmuach..” Ujar Roni dengan nada mengancam seraya mencium paksa bibir Fani. Fani seketika ciut mendengar perkataan Roni barusan. Ia tak menyangka Roni bisa membuatnya ketakutan seperti itu.
“Mmmggghh..! Udah Ron.. Please..” Mohon Fani sepenuh hati. Didorongnya Roni menjauh melepaskan ciuman mereka. Namun Roni yang kini sudah berubah menjadi hewan buas, tak mengindahkan permohonan Fani. Roni kemudian besimpuh dan dengan garangnya ia menarik kepala Fani untuk menyuapkan batangnya yang masih keras kedalam mulut Fani.
“MMFHGHGHHH!!”
Fani kembali gelagapan dipaksa menelan batang pelir Roni yang masih tegak perkasa. CDengan gagahnya Roni mengangguk-anggukkan kepala Fani, memaksa penisnya keluar-masuk dengan kasar di mulut Fani.
“MMHHGHFFGG…MMMGGMHFF…MMH–FWAAHHH…”
Setelah puas melicinkan penisnya dengan liur Fani, Roni pun mengangkat badan Fani hingga Fani bersimpuh didepannya. “PLAKKKK!!” tamparan keras mendarat di bongkahan pantat Fani. “Anngggghh!” Fani meringis merasakan rasa panas di bokongnya. Lagi-lagi dengan gagahnya Roni meraih pinggul Fani, dan dengan tanpa ampun Roni menelusupkan batangnya kembali kedalam kemaluan Fani dengan kasar.
“NNGGHHH!”
Fani mendengus ngilu ketika dalam sekejap seluruh batang penis Roni kembali bersarang dalam kemaluannya. Tanpa basa-basi Roni segera menggenjot kemaluan Fani sekua-kuatnya dan sekencang-kencangnya.
PLAK!
PLAK!
PLAK!
PLAK!
PLAK!
“Annnnghhhhhh ammmpuunn Ronnn.. Amp–ngaaahhh!”
Fani terjungkal-jungkal kedepan seperti boneka tak bernyawa dipacu liar oleh Roni. Roni dengan buasnya menghantam Fani tanpa ampun, seakan-akan memang tengah memakai pelacur murahan. Dalam keadaan seperti itu Fani malah kembali merasakan birahinya kembali naik. Diam-diam Fani juga ikut menikmati sensasi kasar ala Roni terhadap dirinya yang baru pertama kali ini ia rasakan seumur hidupnya. Selama ini kekasihnya selalu bercinta dengan sangat lemah lembut, dan jujur membuat Fani agak bosan. Perilaku kasar dan beringas Roni ini berbeda 180 derajat dari yang biasa ia rasakan, dan anehnya Fani malah lebih menikmatinya.
Roni meraih rambut Fani lagi dan menjambaknya kebelakang seperti tengah menunggangi seekor kuda. “Ahhhhhgg!” Fani meringis dan mendongak mengikuti tarikan rambutnya. Roni berdesis-desis menikmati tunggangan liarnya itu, sang kuda binal yang selama ini hanya jadi objek masturbasinya belaka.
“Shhhh..aahhh…ssshhhh……sshhhhhhh…..uuuhhhh….yeaaahhh…”
Kini Roni bahkan meraih leher Fani dan mencekiknya hingga badan Fani ikut tertarik kebelakang Posisi badan mereka kini sama-sama berlutut dengan Roni masih terus menghajar Fani dari belakang tanpa ampun. Roni mencekik leher Fani kuat sembari lidahnya menyapu dan menghisap telinga Fani dari belakang.
“Hmmmghh.. Sshh.. enak kan kak Fani? Hmm? Enak ngga Roni entotin gini?!” Bisik Roni seraya masih tetap tangannya melingkar di leher Fani. Fani yang kembali melayang-layang diterpa kenikmatan hanya bisa mengangguk lemah dengan mata setengah tertutup. Sebelah tangan Fani bahkan melingkar kebelakang seolah berusaha memegangi pantat Roni, tak rela apabila Roni mengendurkan genjotannya. Fani begitu larut dalam kenikmatan hingga tak lagi mampu berkata-kata.
“Mau ngga Roni entotin tiap hari gini? Hah? Mau ngga? Jawab gue, perek!”Bisik Roni kasar. Panggilan kasar itu seakan melecut Fani semakin keenakan. Semakin kasar Roni, semakin birahi Fani berkobar.
“Agh-agh-agh-m-mau-ronn-agh-agh-agh” Jawab Fani terbata-bata akibat guncangan kasar Roni menyetubuhi dirinya.
“Shh–aah… kalo gitu-shh–terima nih.. P-peju gue.. Urghhh!!”
Roni dengan serta merta tak lagi berusaha menahan laju orgasmenya. Bendungan sperma yang sedari tadi ia tahan, ia curahkan semua kedalam rahim Fani. Fani dengan syahdu menerima semburan demi semburan cairan panas didalam liang kemaluannya, hingga titik terakhir. Dan akhirnya mereka berdua pun ambruk saling bertindihan. Dan tak lama keduanya sama-sama memejamkan mata dan terlelap.
Fani terbangun kaget dan langsung terduduk. Rasanya ia seperti baru terbangun sehabis minum semalaman. Badannya terasa remuk namun ia juga merasa amat segar. Diliriknya handphone nya yang tergeletak jatuh ke lantai. 12 Misscall, dan puluhan pesan masuk dari kekasihnya. Ia samasekali lupa dengan kekasihnya yang tak kunjung mendapat kabar sedari tadi. Sejenak ia panik hendak beralasan apa nanti kepada kekasihnya, mana mungkin ia mengaku sehabis bercinta dengan adik temannya sendiri? Namun ketika ia menoleh kesamping, ia melihat Roni yang masih terlelap. Sekelebat aksi bercinta mereka selama 2 jam tadi kembali merasuk dalam ingatan Fani. Dan entah mengapa Fani jadi tidak perduli dengan semua urusan yang lainnya. Dikecupnya bibir Roni lembut sambil ia tersipu malu dan Fani pun kembali merebahkan diri disebelah Roni.
Posting Komentar