Tetangga Paman yang baik



Tiba di kota LM sudah menjelang sore hari, dan dalam keadaan lapar saya menuju ke rumah Paman, namun ternyata Paman dan Bibi sudah sejak pagi berangkat ke Surabaya untuk menjemput saya. Berkat kebaikan tetangga (karena sudah diberitahu Bibi mengenai kedatangan saya) Pak Darma dan istrinya Bu Melisa (keduanya berusia sekitar 45 tahunan), saya diberitahu untuk tinggal sementara di rumah mereka. Disinilah awal dari inti kisah nyata saya.


Bu Melisa sebagai umumnya wanita Jawa setengah baya dan kebetulan belum dikarunia momongan selalu memakai kebaya dan rambutnya disanggul, sehingga penampilan selalu anggun. Bertubuh sekal, pinggul dan pantatnya yang besar, suka tersenyum dan sangat baik.


Malam itu kira-kira jam 19:00 Pak Darma sebagai petugas kantor pos harus lembur malam karena akhir Desember banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Sementara saya karena kecapaian setelah menempuh perjalanan panjang tertidur pulas di kamar yang telah disediakan Bu Melisa.


Kira-kira jam 11 malam saya terbangun untuk ke kamar kecil yang ada di belakang rumah, dan saya harus melewati ruang tamu. Di ruang tamu saya melihat Bu Melisa sedang menonton TV sendirian sambil rebahan di kursi panjang.

“Mau kemana Dik..? Mau keluar maksudnya..?” tanya Bu Melisa lagi.

Karena rupanya Bu Melisa tidak mengerti, akhirnya saya katakan bahwa saya mau kencing.

“Ohh.., kalau begitu biar Ibu antarkan.” katanya.



Waktu mengantar saya, Bu Melisa (mungkin pura-pura) terjatuh dan memegang pundak saya. Dengan sigap saya langsung berbalik dan memeluk Bu Melisa, dan rupanya Bu Melisa langsung memeluk dan mencium saya, namun saya berpikir bahwa ini hanya tanda terima kasih.


Setelah kencing saya balik ke kamar, namun Bu Melisa mengajak saya untuk nonton TV. Posisi Bu Melisa sekarang tidak lagi berbaring, namun duduk selonjor sehingga kainnya terangkat ke atas dan kelihatan betisnya yang putih bulat. Sebagai pemuda desa yang masih lugu dalam hal sex, saya tidak mempunyai pikiran yang aneh-aneh, dan hanya menonton sampai acara selesai dan kembali ke kamar untuk tidur lagi.


Pagi-pagi saya bangun menimba air di sumur mengisi bak mandi dan membantu Bu Melisa untuk mencuci, sementara Paman dan Tante belum kembali dari Surabaya karena mereka sedang mencari saya disana. Om Darma sudah berangkat lagi ke kantor, tinggal saya dan Bu Melisa di rumah. Bu Melisa tetap mengenakan sanggul. Beliau tidak berkebaya melainkan memakai daster yang longgar, duduk di atas bangku kecil sambil mencuci. Rupanya Bu Melisa tidak memakai CD, sehingga terlihat pahanya yang gempal, dan ketika tahu bahwa saya sedang memperhatikannya, Bu Melisa sengaja merenggang pahanya, sehingga kelihatan jelas bukit vaginanya yang ditumbuhi bulu yang cukup lebat, namun hingga selesai mencuci saya masih bersikap biasa.


Setelah mencuci, Bu Melisa memasak, saya asyik mendengarkan radio, waktu itu belum ada siaran TV pagi dan siang hari. Siangnya kami makan bersama Om Darma yang memang setiap hari pulang ke rumah untuk makan siang.


Malam harinya Om Darma kembali lembur, dan Bu Melisa seperti biasa kembali mengenakan kebaya dan sanggul, sambil nonton TV. Di luar hujan sangat lebat, sehingga membuat kami kedinginan, dan Bu Melisa meminta saya untuk mengunci semua pintu dan jendela.


Pada saat saya kembali ke ruang tamu, rupanya Bu Melisa tidak kelihatan. Saya menjadi bingung, saya cek apakah dia ada di kamarnya, juga ternyata tidak ada. Saya balik ke kamar saya, ternyata Bu Melisa sedang berbaring di kamar saya, dan pura-pura tidur dengan kain yang tersingkap ke atas, sehingga hampir semua pahanya yang putih mulus terlihat jelas.


Saya membangunkan Bu Melisa, namun bukannya bangun, malah saya ditarik ke samping ranjang, dipeluk dan bibir saya diciuminya. Karena saya masih bersikap biasa, Bu Melisa membuka kebayanya dan meminta saya untuk mencium buah dadanya yang sangat besar dengan puting hitam yang sangat menantang. Saya menuruti dengan perasaan takut, dan ternyata ketakutan saya membuat Bu Melisa semakin penasaran dan meminta saya untuk membuka baju dan celana panjang, sehingga tinggal CD, sementara Bu Melisa mulai membuka kainnya.


Bu Melisa mulai mencium adik kecil saya, dan meminta saya melakukan hal yang sama, dengan mencium vaginanya yang wangi dan merangsang secara bergantian. Sambil mencium vaginanya, tangan saya disuruh meremas buah dadanya yang masih keras dan kadang memilin putingnya yang mulai mengeras, nafas Bu Melisa mulai terasa cepat, dan meminta saya untuk membuka CD dan mencium tonjolan daging yang tersembul di mulut vagina. Saya melakukan sesuai perintah Bu Melisa, dan ternyata terasa basah di hidung saya karena banyaknya cairan yang keluar dari vagina Bu Melisa, sementara Bu Melisa mendesis dan mendesah keenakan dan kadang-kadang mengejangkan kakinya.


“Uhh.. ohh.. ahh.. ohh.., terus Dik..!” desahnya tidak menentu.

Meriam saya berdiri tegang dan Bu Melisa masih mempermainkan dengan tangannya. Sesekali Bu Melisa meminta saya untuk mengulum bibir dan putingnya. Setelah puas dengan permainan cumbu-cumbu kecil ini, Bu Melisa kembali ke kamarnya dan saya pun teridur dengan pulasnya.


Pagi-pagi Paman dan Bibi yang rupanya telah kembali dini hari menjemput saya, dan rumah Paman dan rumah Om Darma ternyata bersambungan dan hanya dibatasi sumur yang dipergunakan bersama. Setelah berbasa-basi sebentar, dan Bu Melisa katakan bahwa saya sudah dianggap anak sendiri, jadi kalau Paman dan Bibi berpergian, saya bisa tidur di rumah Om Darma. Kebetulan Paman pada saat itu sedang menyelesaikan tugas akhirnya di PTN di kota ML.


Kehidupan hari-hari selanjutnya kami lalui dengan biasa, namun kalau sedang berpapasan di sumur kami selalu senyum penuh arti, dan makin lama membuat saya mulai jatuh cinta kepada Bu Melisa, senang melihat penampilannya yang anggun. Sebulan kemudian Paman dan Bibi harus ke Ml, dan saya dititipkan lagi pada Om Darma.


Hari itu adalah hari Jumat. Setelah selesai sarapan, Om Darma pamitan untuk ke BTR karena ada acara dari kantor sampai minggu sore, dan meminta saya untuk menjaga Bu Melisa. Setelah Om Darma berangkat, saya dan Bu Melisa mulai tugas rutin, yaitu mencuci, dan seperti biasanya Bu Melisa selalu mengenakan daster, tanpa CD. Saya diminta Bu Melisa agar cukup memakai CD.


Sambil mencuci kami bercengkrama, ciuman bibir dan mengulum putingnya. Saya berdiri menimba air dan Bu Melisa jongkok sambil mencium adik kecil saya, atau Bu Melisa yang menimba air saya yang jongkok sambil mencium klitorisnya yang sudah mulai mengeluarkan cairan. Ketika kami saling birahi dan sudah mencapai puncak, Bu Melisa saya gendong ke kamar. Di ranjang, Bu Melisa saya pangku. Sambil mencium leher, samping kuping dan mengulum putingnya (menurutnya kuluman puting cepat membuatnya horny), kemudian Bu Melisa mengambil posisi telentang dan meminta saya untuk memasukkan meriam saya yang memang sudah tegang sejak masih berada di sumur.


Karena Bu Melisa jarang melakukannya, maka meriam saya perlu dioleskan baby oil agar mudah masuk ke vaginanya yang sudah basah dengan cairan yang beraroma khas wanita. Pahanya dilebarkan, dilipatkan di belakang betis saya, pantatnya yang bahenol bergoyang naik turun. Sambil mencium keMelisanya, samping kupingnya, mengulum bibirnya, tangan kiri saya mengusap dan kadang menggigit kecil putingnya atau menjilat leher dan dadanya.


“Teruss.. Dikk..! Tekan..! Huh.. hah.. huh.. hahh.. ditekan.. enakk sekali.. Ibu rasanya.. nikmatt.. teruss.., Ibu udah mau nyampen nih.. peluk Ibu yang erat Dikk..!” desahnya mengiringi gerakan kami.

Sementara itu saya merasakan makin kencang jepitan vagina Bu Melisa.

“Saya udahh.. mauu.. jugaa.. Bu..! Goyang.. Bu.., goyang..!”

Dan Akhirnya kami terkulai lemas sambil tidur berpelukan.


Jam 4 sore kami bangun, dan kemudian mandi bersama. Saya meminta Bu Melisa menungging, dan saya mengusap pantat dan vaginanya dengan baby oil. Rupanya usapan saya tersebut membuat Bu Melisa kembali horny, dan meminta saya untuk memasukkan kembali adik kecil saya dengan posisi menungging. Tangan saya mempermainkan kedua putingnya.

“Teruss.. ohh.. teruss.. yang dalam Dik..! Kok begini Ibu rasa lebih enak..!” katanya.

“Ibu goyang dong..!” pinta saya.


Sambil pantatnya digoyangkan ke kiri dan ke kanan, saya melakukan gerakan tarik dan masuk.

“Oohh.. ahh.. uhh.. nikmat Dikk.. terus..!” desahnya.

Akhirnya Bu Melisa minta ke kamar, dan mengganti posisi saya telentang. Bu Melisa duduk sambil menghisap putingnya.

“Ohh.. uhh.. nikmat Dikk..!” katanya.

Kadang dia menunduk untuk dapat mencium bibir saya.


“Ibu.. udahh.. mau nyampe lagi Dikk.. uhh.. ahh..!” katanya menjelang puncak kenikmatannya.

Dan akhirnya saya memuntahkan sperma saya, dan kami nikmati orgasme bersama. Hari itu kami lakukan sampai 3 kali, dan Bu Melisa benar-benar menikmatinya.


Malamnya kami hanya tidur tanpa mengenakan selembar benang pun sambil berpelukan. Dan keesokan harinya kami lakukan hal yang sama seperti kemarin, dan serasa kami sedang berbulan madu, sampai kedatangan Om Darma.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama